Minggu, 17 Januari 2010

KIAT SUKSES DALAM MENUNTUT ILMU


A] NIAT KETIKA BELAJAR


Pada saat mempelajari suatu ilmu wajib mempunyai niat. Niat adalah kunci dari segala amal, sebagaimana sabda Nabi dalam hadis shahih: ”Sesungguhnya sahnya amal bergantung pada niatnya.”

Ketika menuntut ilmu berniatlah mencari rhido Allah Ta’ala, mengharap kebahagiaan di akhirat, menghilangkan ketidaktahuan yang ada pada dirinya dan orang lain, menghidupkan agama, melestarikan Islam karena keabadian Islam adalah dengan ilmu. Tidak akan mendapatkan kebenaran dalam zuhud dan takwa kecuali dengan mengetahui ilmunya.

Hendaklah dalam menuntut ilmu diniatkan untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, dan tidak diniatkan untuk mencari muka dihadapan manusia, mencari kenikmatan dunia atau untuk mencari kedudukan dihadapan penguasa.

[B] KESUNGGUHAN, TIDAK PUTUS ASA DAN BERCITA-CITA MULIA
Dalam menuntut ilmu haruslah sungguh-sungguh, dan tidak pernah terhenti. Allah mengisyaratkan hal ini dalam firman-Nya: ”Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami pastilah akan kami tunjukan kepada mereka jalan kami.”

Artinya, siapapun yang punya suatu cita-cita dan ia sungguh-sungguh dalam berusaha mendapatkannya maka pasti akan ia dapatkan, siapapun yang terus-menerus mengetuk pintu untuk mencapai yang dicita-citakan maka pasti akan terbuka. Apapun yang kamu inginkan bergantung dari seberapa besar keinginanmu itu.

Tetapi, dalam usaha mencapai kesempurnaan menuntut ilmu maka akan lebih sempurna bila didukung oleh kesungguhan tiga elemen yang sangat menentukan dalam mencapai kesempurnaaa ilmu. Tiga elemen tersebut adalah murid itu sendiri, guru, dan orang tua jika masih hidup.

Hendaknya dalam menuntut ilmu tak putus asa dan selalu menelaah ulang pelajaran yang telah lewat. Menelaah ulang paling baik dilakukan diantara maghrib dan isya dan waku ketika menjelang shubuh. Dua waktu tsb adalah waktu yang penuh berkah.

Masa muda adalah masa yang terbaik dalam menuntut ilmu, karena masa muda adalah masa yang paling lama dilalui. Dalam menerapkannya hendaknya tidak dengan memaksa diri dan tidak memperlemah sehingga tidak mampu melakukan sesuatu. Ia harus memperhatikan dirinya sebai modal sukses dalam segala hal.

Rasulullah SAW, bersabda: “Ingatlah, Islam ini adalah agama yang kuat. Perhatikanlah dirimu dalam menjalankan agama dan jangan kau sakiti dirimu dalam beribadah kepada Allah SWT karena orang yang telah lemah kekuatannya tiada mampu melintasi bumi dan tak mempunyai sarana yang utuh."


[C] LANGKAH AWAL, UKURAN DAN TATA CARA BELAJAR

1.Tahap Awal Belajar
Pelajaran yang diberikan adalah pelajaran yang diperkirakan mampu dikuasai dalam dua pertemuan. Kemudian pada hari berikutnya ditambahkan kalimat demi kalimat, sehingga apabila telah banyak yang ia dapatkan maka ia tetap mapu menguasai hanya dengan dua kali pengulangan. Begitulah terus ditambahkan tahap demi tahap. Adapun bila pada pelajaran pertama langsung diberikan pelajaran yang banyak, sehingga butuh sepuluh kali untuk menerangkannya, maka sampai pelajaran terakhir akan tetap demikian dan akan menjadi kebiasaan yang sulit dihapuskan kecuali dengan usaha yang berat. Ada yang berkata, “ tahap pertama adalah satu huruf tetapi pengulangannya seribu kali.”

Kemudian hendaklah dicatat pelajaran yang untuk kemudian ditelaah ulang dikuasai. Ini sangat bermanfaat sekali. Tetapi janganlah mencatat sesuatu yang tidak mengerti karena hanya membuat letih, menghilangkan kecerdasan dan membuang-buang waktu.

Berusaha untuk selalu memahami apa yang didapat dari guru, atau memahami dengan cara menganalisa, memikirkan dan mengkaji ulang. Pelajaran awal yang selalu ditelaah akan dapat dikuasai. Ada yang berkata, “manghafal dua huruf lebih baik daripada hanya mendengar dua kalimat dan memahami dua huruf lebih baik daripada menghafal dua kalimat.

Apabila tidak paham dalam suatu palajaran dan sama sekali tidak berusaha untuk memahami maka akan menjadi suatu kebiasaan, sehingga akibatnya lemah dalam memahami sesuatu kalimat yang sebenarnya mudah. Disamping sungguh-sungguh dalam belajar harus pula disertai doa kepada Allah SWT dengan penuh harap. Allah SWT menyukai hambanya yang selalu berdoa dan Allah tidak menolak permohonan hambanya.

2. Bermusyawarah
Sesama pelajar haruslah bertukar pikiran (muzhakarah), saling diskusi (munazharah) dan memecahkan masalah bersama-sama (mutharahah) dan dilakukan dengan penuh kesadaran, tenang dan penuh pendalaman serta tidak gaduh. Kesemuanya adalah bentuk dari musyawarah untuk merumuskan mana yang benar.

Musyawarah tidak bisa dilakukan dengan emosi dan dalam suasana yang gaduh. Apabila diskusi dilakukan untuk maksud saling menjatuhkan dan saling mengalahkan maka tidaklah boleh dilakukan. Musyawarah hanya dibenarkan untuk melahirkan kebenaran. Berbicara yang tidak jelas arahmya dan beralasan yang tidak semestinya tidaklah dibenarkan dalam bermusyawarah. Apabila percekcokan dengan lawan bicara masih dalam kerangka mencari kebenaran maka tidaklah mengapa.

Berdiskusi dan tukar pikiran pastilah lebih berguna daripada menelaah sendiri. Diskusi, disamping berfungsi menelaah ulang juga akan menambah ilmu. Ada yang berkata, “diskusi dalam sesaat lebih baik dari menelaah selama satu bulan.

Hindarilah bermusyawarah dengan orang yang suka bertengkar dan tidak bertabiat baik. Tabiat mudah dipengaruhi, akhlak mudah menjadi kebiasaan dan dalam suatu perkumpulan sangatlah berpengaruh.

3. Berpikir dan Berbicara yang Tepat
Dalam setiap waktu, berusahalah untuk selalu mengadakan pengamatan pada ilmu-ilmu yang sulit hingga menjadi kebiasaan rutin. Ilmu yang sulit hanya dapat dipecahkan dengan cara mengkaji secara mendalam.

Ketika hendak berbicara hendaknya dipikirkan terlebih dahulu. Perkataan itu bagaikan anak panah, maka sudah seharusnya meluruskan pembicaraan agar sesuai dengan apa yang dimaksudkan

4. Bersyukur dan Tidak Tamak
Seseorang yang berbadan sehat dan normal pikirannya maka tidak ada alasan untuk tidak menuntut ilmu. Apabila berharta banyak, maka alangkah nikmat bila kekayaan itu dimiliki oleh orang yang shalih. Salah seorang yang alim ditanya, “Dengan apa kamu mendapatkan ilmu?” Ia menjawab, “Ayahku adalah orang kaya. Kekayaannya dimanfaatkan untuk mengabdi pada ahli ilmu dan orang-orang yang mulia.“ Ini juga dapat menjadi penunjang ilmu dan bentuk syukur atas nikmat akal dan ilmu. [Jundullah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar